Jumat, 12 Juni 2015

Uraian mengenai Kebudayaan Batak

nah, kalo uraian mengenai kebudayaan batak ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok sejarah kebudayaan manusia dengan dosen yang super duper eksentrik.hahaha. setiap mata kuliahnya doi, gue gak pernah gak ngantuk. bawaannya pengen nempelin guling. bahkan, bukannya merhatiin pemaparannya doi, gue malah ngitungin berapa kali gue menguap. ya allah, miris bener emang. udahmana lagi, tuh mata kuliah tiga sks, dan jatuh di jam terakhir. poll rasanya, dah...oke dah, langsung saja, moga berkah dah ya nih uraian :D


A.    Pengertian Kebudayaan Batak
Batak adalah nama sebuah suku di Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukim di Sumatra Utara. Mayoritas orang Batak beragama Kristen dan Islam. Tetapi dan ada pula yang menganut kepercayaan animisme (disebut Parmalim).
Yang dimaksud dengan kebudayaan Batak yaitu seluruh nilai-nilai kehidupan suku bangsa Batak diwaktu-waktu mendatang merupakan penerusan dari nilai kehidupan lampau dan menjadi faktor penentu sebagai identitasnya. Refleksi dari nilai-nilai kehidupan tersebut menjadi suatu ciri yang khas bagi suku bangsa Batak yakni: Keyakinan dan kepercayaan bahwa ada Maha Pencipta sebagai Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta segala sesuatu isinya, termasuk langit dan bumi. Untuk mewujudkan keseimbangan dalam menjalankan nilai-nilai kehidupan sebagai mahluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, Tuhan Maha Pencipta sebagai titik orientasi sipritualnya, alam lingkungan sebagai objek integritasnya suku bangsa Batak telah dinaungi Patik. Patik berfungsi sebagai batasan tatanan kehidupan untuk mencapai nilai-nilai kebenaran. Patik ditandai dengan kata Unang, Tongka, Sotung, Dang Jadi. Sebagai akibat dari penyimpangan tatanan kehidupan yang dimaksud dibuatlah Uhum atau Hukum.
Uhum/Hukum ditandai oleh kata; Aut, Duru, Sala, Baliksa, Hinorhon, Laos, Dando, Tolon, Bura dsb. Di dalam menjalankan kehidupan suku bangsa Batak terutama interaksi antara sesama manusia dibuatlah nilai-nilai antara sesama, etika maupun estetika yang dinamai Adat. Suku bangsa Batak mempunyai sistem kekerabatan yang dikenal dan hidup hingga kini yakni Partuturon. Peringatan untuk tidak melanggar Patik itu ditegaskan dengan kata Sotung. Dan mengharamkan segala aturan untuk dilanggar dikatakan dengan kata Subang.
B.     Makna Kebudayaan Batak
Tata nilai kehidupan suku Batak di dalam proses pengembangannya merupakan pengolahan tingkat daya dan perkebangan daya dalam satu sistem komunikasi meliputi:
1.      Sikap Mental (Hadirion)
a.       Sikap mental ini tercermin dari pepatah: babiat di harbangan, gompul di alaman.
b.      Anak sipajoloon nara tu jolo.
2.      Nilai Kehidupan (Ruhut-ruhut Ni Parngoluon)
a.       Pantun marpangkuling bangko ni anak na bisuk. Donda marpangalaho bangkoni boru na uli. (pantun hangoluan tois hamagoan).
b.      Cara Berpikir (Paningaon)
1)      Raja di jolo sipatudu dalan hangoluan (di depan kita sebagai panutan).
2)      Raja di tonga pangahut pangatua, pangimpal, pangimbalo (di tengah kita sebagai pemersatu).
3)      Raja di pudi siapul natangis sielek na mardandi (di belakang kita sebagai penopang orang yang jatuh).
c.       Cara Bekerja (Parulan)
1)      Mangula sibahen namangan (mengerjakan apa yang mau dimakan).
2)      Maragat bahen siinumon (menampung apa yang mau diminum).
d.      Logika (Ruhut, Raska, Risa)
1)      Aut so ugari boru Napitupulu na tumubuhon au, dang martulang au tu Napitupulu (jika masih satu keturunan/marga, maka kita akan lebih menghormatinya).
e.       Etika (Paradaton)
1)      Tinintip sanggar bahen huru-huruan.
2)      Nisungkun marga asa binoto partuturon.
f.       Estetika (panimbangion)
1)      Hatian sora monggal ninggala sibola tali.
C.    Suku-suku Batak
Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku yang berdiam di wilayah Sumatera Utara, Kota Subulussalam, Aceh Singkil dan Aceh Tenggara. Sub suku Batak adalah: Suku Alas, Suku Kluet, Suku Karo, Suku Toba, Suku Pakpak, Suku Dairi, Suku Simalungun, Suku Angkola, Suku Mandailing.
Dalam tata pemerintahan Republik Indonesia yang mengikuti tata pemerintahan Kolonial Belanda, setiap sub suku berdiam dalam satu kedemangan yang kemudian dirubah menjadi Kabupaten setelah Indonesia merdeka.
Sub suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata (berbatasan dengan Parapat), Pulau Samosir, Pakkat, serta Sarulla. Empat tahun terakhir ini, Kabupaten Tapanuli Utara sendiri telah dimekarkan menjadi beberapa 5 kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara (ibukota Tarutung), Kabupaten Toba Samosir (ibukota Balige), Kabupaten Samosir (ibukota Pangururan), Kabupaten Humbang (ibukota Siborong-borong), Kabupaten Humbang Hasundutan (ibukota Dolok Sanggul).
Sub suku Batak Karo mayoritas berdiam di Kabupaten Karo dengan ibukota Kabanjahe, namun sebagian juga tersebar di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang. Mereka yang bermukim di wilayah Kabupaten Karo kerap disebut sebagai Karo Gunung, sementara yang di Kab. Langkat dan Deli Serdang kerap disebut dengan Karo Langkat.
Sub suku Batak Alas bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Populasi mereka meningkat paska Perang Aceh dimana pada masa perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda, suku Batak Toba selalu mengirimkan bala bantuan. Setelah perang usai, mereka banyak yang bermukim di wilayah Aceh Tenggara.
Sub suku Batak Pakpak terdiri atas 5 sub Pakpak yaitu Pakpak Kelasen, Pakpak Simsim, Pakpak Boang, Pakpak Pegagan, bermukim di wilayah Kabupaten Dairi yang kemudian dimekarkan pada tahun 2004 menjadi dua kabupaten yakni: Kabupaten Dairi (ibukota Sidikalang) dan Kabupaten Pakpak Bharat (ibukota Salak). Suku Batak Pakpak juga berdomisili di wilayah Parlilitan yang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan wilayah Manduamas yang merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah.Suku Pakpak yang tinggal diwalayah tersebut menamakan diri sebagai Pakpak Kelasan. Dalam jumlah yang sedikit, suku Pakpak juga bermukim di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam.
Sub suku Batak Simalungun mayoritas bermukim di wilayah Kabupaten Simalungun (ibukota Pematang Siantar) namun dalam jumlah yang lebih kecil juga bermukim di kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Asahan.
Sub suku Batak Mandailing dan Angkola bermukim di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan (ibukota Padang Sidempuan) dan Kabupaten Mandailing Natal (sering disingkat dengan Madina dengan ibukota Penyabungan). Kabupaten ini berdiri sejak tahun 1999 setelah dimekarkan dari Kabupaten Tapsel. Sementara itu, Kabupaten Tapanuli Tengah (ibukota Sibolga) sejak dulu tidak didominasi oleh salah satu sub suku batak. Populasi Batak Toba cukup banyak ditemui di daerah ini, demikian juga dengan Batak Angkola dan Mandailing. Dalam jumlah yang kecil, Batak Pakpak juga bermukim di daerah ini khususnya Kota Barus. Hal ini dimungkinkan karena Tapanuli Tengah terletak di tepi Samudera Hindia yang menjadikannya sebagai pintu masuk dan keluar untuk melakukan hubungan dagang dengan dunia internasional. Salah satu kota terkenal yang menjadi bandar internasional yang mencapai kegemilangannya sekitar abad 5 SM-7 SM adalah Kota Barus.
D.    Falsafah Batak
Secara umum, suku Batak memiliki falsafah adat Dalihan Na Tolu yakni Somba Marhula-hula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri) Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan orang Batak.
E.     Batak Pada era modern
Sejarah Batak modern dipengaruhi oleh dua agama samawi yakni Islam dan Kristen. Islam makin kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri, melalui aktivitas dakwah yang dilakukan para da'i dari dari negeri Minang. Perluasan penyebaran agama islam juga pernah memasuki hingga ke daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinan Tuanku Rao dari Sumatera Barat, namun tidak begitu berhasil. Islam lebih berkembang di kalangan Batak Mandailing dan sebagian Batak Angkola. Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Batak Angkola dan Toba setelah beberapa kali misi Kristen yang dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil adalah I.L. Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah Tapanuli. Ketika itu, masyarakat Batak yang berada di sekitar Tapanuli, khususnya Tarutung, diberi pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk kaum pria dan keahlian menjahit serta urusan rumah tangga bagi kaum ibu. Pelatihan dan pengajaran ini kemudian berkembang hingga akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli. Nommensen dan penyebar agama lainnya juga berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yang ada saat ini, RS Umum Tarutung dan RS HKBP Balige, yang sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Sementara itu, perkembangan pendidikan formal juga terus berlanjut hingga dibukanya sebuah perguruan tinggi bernama Universitas HKBP I.L. Nommensen (UHN) tahun 1954. Universitas ini menjadi universitas swasta pertama yang ada di Sumatra Utara dan awalnya hanya terdiri dari Fakultas Ekonomi dan Fakultas Theologia.
F.     Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mendapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.



G.    Sistem Kekerabatan dan kemasyarakatan
1.      Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, di mana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru. Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu: (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.
2.      Hagabeon, Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.
3.      Hamoraan, Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4.      Uhum dan ugari, Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5.      Pengayoman, Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut diemban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
6.      Marsisarian, Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

H.    Marga dan Tarombo
Marga adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal). Sistem kekerabatan patrilineal menentukan garis keturunan selalu dihubungkan dengan anak laki laki. Seorang ayah merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki-laki yang meneruskan marganya. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu. Menurut buku “Leluhur Marga Marga Batak”, jumlah seluruh Marga Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias.
Tarombo adalah silsilah, asal-usul menurut garis keturunan ayah.  Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling mardongan sabutuha (semarga) dengan panggilan ampara atau marhula-hula dengan panggilan lae/tulang. Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil Namboru (adik perempuanayah/bibi), Amangboru/Makela, (suami dariadik-ayah/Om), Bapatua/Amanganggi/Amanguda (abang/adik ayah), Ito/boto (kakak/adik), Pariban atau Boru Tulang (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan istri, dst.
I.       Produk Budaya
1.      Adat Istiadat Batak
a.       Upacara
Pada masyarakat suku Batak, siklus kehidupan seseorang dari lahir kemudian dewasa, berketurunan sampai meninggal, melalui beberapa masa dan peristiwa yang dianggap penting. Karenanya pada saat-saat atau peristiwa penting tersebut perlu dilakukan upacara-upacara yang bersifat adat, kepercayaan dan agama. Upacara-upacara tersebut antara lain upacara turun mandi, pemberian nama, potong rambut dan sebagainya pada masa anak-anak, upacara mengasah gigi, upacara perkawinan, upacara kematian dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Batak dikenal upacara memberi makan enak kepada orang tua yang sudah lanjut usia tetapi masih sehat, tujuannya untuk memberi semangat hidup agar panjang umur dan tetap sehat. Juga kepada orang tua yang sakit dengan maksud agar dapat sembuh kembali. Upacara ini disebut sulang-sulang. Meskipun kini sebagian besar penduduk sudah memeluk agama Islam atau Kristen, tapi kepercayaan lama yang bersifat animistis masih terlihat dalam upacara-upacara yang dilakukan. Misalnya upacara memanggil roh leluhur ke rumah keluarga yang masih hidup dengan perantaraan Sibaso atau dukun wanita. Sibaso nanti akan kemasukan roh, sehingga setiap ucapannya dianggap kata-kata-kata leluhur yang meninggal. Di daerah Batak Toba upacara ini disebut Sigale-gale.
b.      Text Box: Siwuluh Jabuh, rumah adat Batak KaroRumah Adat
Rumah adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi dan satu rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni di batasi oleh garis-garis adat istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing ruangan mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan pula oleh adat.
Text Box: Rumah Bolon, rumah adat Batak TobaText Box: Siwaluh Jabu, rumah adat Batak KaroRumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon, berbentuk empat persegi panjang dan kadang-kadang dihuni oleh 5 sampai 6 keluarga batih. Untuk memasuki rumah harus menaiki tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah Batak Toba harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang, hal ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah. Lantai rumah kadang-kadang sampai 1.75 meter di atas tanah, dan bagian bawah dipergunakan untuk kandang babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu masuk mempunyai 2 macam daun pintu, yaitu daun pintu yang horizontal dan vertikal, tapi sekarang daun pintu yang horizontal tak dipakai lagi.
c.       Text Box: PanutuanAlat-alat Rumah Tangga Yang Dipakai oleh Nenek Moyang Suku Batak
Panutuan dan Tutu adalah alat untuk menggiling bumbu dapur. Panutuan dan Tutu terbuat dari batu atau kayu. Panutuan adalah wadah tempat bumbu akan digiling, sedangkan Tutu adalah batu atau kayu penggiling bumbu itu. Tutu ini dinamai juga Papene. Hudon Tano atau Susuban Tano adalah bejana yang terbuat dari tanah liat. Pada zaman dahulu bejana ini dipakai serba guna, misalnya: tempat penyimpanan air, tempat memasak makanan dan air minum. Poting atau gunci terbuat dari tanah liat dan tutupnya terbuar dari kayu. Barang ini dipakai sebagai tempat tuak.
d.      Musik, Pakaian Adat dan Tarian Batak
Musik tradisi masyarakat Batak Toba disebut sebagai gondang. Ada tiga arti untuk kata gondang:
1)      Satu jenis musik tradisi Batak toba;
2)      Komposisi yang ditemukan dalam jenis musik tsb. (misalnya komposisi berjudul Gondang Mula-mula, Gondang Haroharo)
3)      Alat musik kendang. Ada 2 ansambel musik gondang, yaitu Gondang Sabangunan yang biasanya dimainkan diluar rumah dihalaman rumah; dan gondang Hasapi yang biasanya dimainkan dalam rumah.
Sarune Bolon adalah alat tiup double reed (obo) yang mirip alat-alat lain yang bisa ditemukan di Jaw, India, Cina, dsb. Pemain sarune mempergunakan teknik yang disebut marsiulak hosa (kembalikan nafas terus menerus) dan biarkan pemain untuk memainkan frase-frase yang panjang sekali tanpa henti untuk tarik nafas.
Ogung terdiri dari empat gong yang masing-masing punya peran dalam struktur irama. Pola irama gondang disebut doal, dan dalam konsepsinya mirip siklus gongan yang ditemukan di musik gamelan dari Jawa dan Bali, tetapi irama siklus doal lebih singkat.
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat batak yang berbunyi: Ijuk pengihot ni hodong. Ulos penghit ni halong, yang artinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang di antara sesama. Berdasarkan raksanya, dikenal beberapa macam ulos:
1)      Ulos ragidup, yang tertinggi derajatnya, sangat sulit pembuatannya. Ulos ini terdiri atas tiga bahagian, yaitu dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bahagian tengah yang ditenum tersendiri dengan sangat rumit. Dalam upacara adat perkahwinan, ulos ragidup diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai ulos pargomgom yang maknanya agar besannya ini atas izin Tuhan YME tetap dapat melalui bersama sang menantu anak dari sipemberi ulos tadi.
2)      Ulos ragihotang, juga termasuk berdarjah tinggi, namun cara pembuatannya tidak serumit ulos ragidup. Dalam upacara kematian, ulos ini dipakiuntukmembungkus jenazah, sedangkan kepada upacara pengkuburan kedua kalinya, untuk membungkus tulang-belulangnya.
3)      Ulos sibolang, semula disebut sibolang sebab dibeikan kepada orang yang berjasa untuk mabulangbulangi (menghormati) orang tua penggantin perempuan untuk mengulosi ayah pengantin lelaki sebagai ulos pansaniot.

e.       Tarian

Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat Musik tradisional: Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos. Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang.
f.       Pembangunan dan Modernisasi

Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat dianggap sangat berbahaya. Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.

Kondisi Modern (Modernisasi)
Migrasi batak ke kota mulai di tahun 1910 tapi hanya setelah Indonesia merdeka migrasi tersebut tambah besar di tahun 50-an. Migrasi ke kota menyebabkan interaksi dengan suku lain di kota-kota Indonesia yang penduduknya sebagian besar beragama Islam. Dalam lingkungan multi etnis ini banyak orang batak ketemu rasa identitas batak yang menjadi lebih kuat terhadap suku lain. Tetapi banyak orang batak pula dalam proses menyatukan diri dengan masyarakat Indonesia meninggalkan banyak aspek bahasanya, kebudayaannya, dan tradisinya. Disisi lain ada bagian orang batak kota yang menjadi lebih sadar tentang kepentingan identitas masyarakat batak dan berusaha untuk menegaskan rasa batak dan memberikan dana untuk upacara tugu dan perayaan lain di desanya.

Ada orang batak kota yang sudah menjadi makmur yang sering membiayai upacara. Mereka membawa estetis kosmopolitan yang adakalanya melawan estetis tradisi. Identifikasi dengan nilai-nilai mengenai kemoderenan, kemajuan, pendidikan dan kemakmuran sering diekspresikan dengan afinitas kepada apa yang dianggap modern. Misalnya sekarang di pesta atau upacara seolah-olah musik grup keyboard yang main poco-poco lebih laris dan dihargai daripada dengan musik gondang yang lama punya peran yang sangat penting dalam upacara adat. Pesta kawin yang modern tidak lagi dianggap lengkap tanpa musik keyboard atau musik tiup yang main lagu pop batak atau pop barat, sebaliknya mungkin ansambel musik gondang dianggap kampungan oleh orang kota kecenderungan mengindentifikasi dengan modernitas tidak salah.


Kita semua harus hidup dalam dunia modern dan harus menghadapi media global dan periklanan, suka atau tidak makin bertambah mempengaruhi pikiran dan selera setiap orang. Kita tidak mampu tinggal di masa dahulu dan melarikan diri dari kemajuan. Tetapi, ada ancaman bahwa dalam generasi ini kita dapat menghilangkan sejenis musik tradisi yang disebut gondang, yang sampai akhir-akhir ini adalah manifestasi kebudayaan batak toba yang sangat penting baik dalam bidang masyarakat maupun bidang rohani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar