Sabtu, 13 Juni 2015

Kepada Listrik yang Mati



Di tengah malam, agak sunyi namun bising
Gadis arogan itu tergelung di atas pualam persegi
Dingin, menggigil


Mulutnya tidak berhenti meraung
Air mata sengaja membasahi kerangka pipi bulatnya

Hidupnya nelangsa. Tak ada bahagia
Percuma mengadu kepada Tuhan, katanya
Yang ada malah gaungan tak berbalas

Hidupnya makin ambyar
Semua jalan yang ditempuh memaksanya tuk menukik tajam
Ke arah lembah kemengkaraan

Tajam, suaranya macam golok yang dipakai Algojo untuk menjagal kepala sapi
Panas, api dari neraka dua belas membakar habis seluruh tubuhnya
Sesak, tak ada ruang untuk bernapas, tak punya kuasa tuk menghirup secuil udara

Iritasi, perih

Semuanya terlihat bergerigi, kasar di kulit
Permukaanya berserat, tak bisa diatur
Semuanya di luar kendali

Derai tawa meluncur dari bibir para perawan
Suara mereka terdengar bebas dan berjiwa
Nuansa anak muda melekat dengan superior
Tak ada kekangan, begelimang dukungan

Dia terdiam, malas menelurkan kata apalagi frasa
Dia bosan untuk peduli.

Terlalu letih untuk mengacuhkan kepala orang lain selain diri sendiri

Sawangan, 6 Juni 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar