Rabu, 06 Mei 2015

Trip Mahasiswa 'Beneran' Menuju Perpustakaan Nasional Part 1

Cerita bermula dari tugas ajaib yang diberikan Mister K selaku Dosen Bahasa Arab di kelas ane.

Jadi, kami semua tanpa terkecuali, diminta untuk membuat video berlatarkan Perpustakaan Nasional di Salemba. Sebenarnya, selain itu kami juga diwajibkan membuat kartu keanggotaan. Tetapi, satu sisi yang gue lihat dari penugasan di atas adalah Mister K ingin para mahasiswanya jadi ‘mahasiswa beneran’. Yaitu, dengan benar-benar melancong dan melanglang buana ke mana saja asalkan demi kepentingan kampus. Salah satunya ialah dengan menugaskan kami, para mahasiswa semester dua, untuk pergi ke daerah Salemba yang berpuluh-puluh kilometer jauhnya dari rumah kami semua.


Dan, sehari sebelum keberangkatan, ceilah, keberangkatan! Dikata kita mau jadi turis ke luar pulau kali, ah!!! Nah, pokoknya sebelum kita semua benar-benar fix ke sana, sempat ada ketidakpastian yang kerap terjadi gitu. Yah, lagi-lagi balik ke soal transportasi. Dikarenakan daerah Salemba dan sekitarnya rawan ‘lalet ijo’ bagi para manusiawan – didominasi oleh kaum hawa, yang belum punya SIM pun terpecah menjadi dua bagian. Geng Hijabers dan Ummi, dkk. Sementara, Geng Motor, sudah pasti diisi oleh mereka-mereka yang udah mengantongi lisensi mengemudi itu.

Singkat cerita, pukul 05:55 WIB tepatnya hari Selasa, 5 Mei 2015, gue yang kebetulan masuk ke dalam Umi, dkk. dan bertugas sebagai dayang-dayang Umi – hehehe, berangkat dari Pasar Impres menuju Blok M menggunakan angkutan umum kebanggan Jakarta – di jaman dulu, Kopaja P19. Lah, kenapa gue bisa naik P19 dari Pasar Impres? Sedangkan alamat rumah gue itu di Sawangan, nah gerangan apakah yang terjadi?

Trettretrererettret!

Jadi, sebenarnya – duh, boros amat lu. Udah pake ‘jadi’ ditambah ‘sebenarnya’ lagi, nah lebih boros ini deh, pake nambahin keterangan segala – Plak! Oke, yang sebelumnya, abaikan -_-! Sebenarnya, gue berangkat bareng kakek gue yang teroentoek dan teurhebat itu pada saat hari masih sangat gelap, bahkan adzan subuh pun belum berkumandang. Bayangin, noh! Gokil abis kan?! Yah, intinya gue tuh berangkat dari Sawangan pukul setengah empat pagi dan sampai di Cilandak pukul empat lewat sedikit. Setengah jam lebih lah perjalanannya. Dan, satu hal yang pasti, alasan sebenarnya kenapa gue nebeng kakek gue ketimbang berangkat dari Sawangan subuh-subuh adalah gue ingin irit, rit, rit, ritt….. hahahaha, padahal gue bilangnya gue nggak mau telat tapi yah, itu semua demi irit, hihihi… mahasiswa itu harus irit, ya kan?!! Well, kenapa jadi nyambung ke irit segala, ya? okay, lanjut wae lah!

Karena gue berangkat terlalu pagi, gue sampai di Terminal Blok M kepagian. Gue langsung meluncur dah tuh ke basement, menuju loket Transjakarta, tempat janjian gue sama Ummi, Kak Rahma dan Kak Mala.

Dan, man, alangkah takjubnya gue!! Ini rekor! Gue nggak telat! Biasanya gue selalu telat, lho. Di mana berakhir Kak Rahma yang naik angkot ke Witana karena sudah tak sanggup nungguin gue yang berangkatnya kesiangan. Tapi kali ini gue jadi yang pertama!! Gue nggak telat! YES! Tapi, tetep ada tapinya, coi.

Tapi gue harus rela nunggu lebih dari satu jam, nungguin Umi, dkk. pada dateng. Toko-toko belum pada buka, masih disarungin. Sekuriti masih berjaga-jaga. Cleaning service juga belum muncul. Duluan gue malah munculnya ketimbang petugas kebersihan mall-nya.

Dan setelah proses menunggu hampir satu setengah jam itu, gue pun dipertemukan oleh Kak Rahma. Iyap, dari Ummi dkk. selain gue yang pertama hadir, kedua disusul oleh Kak Rahma. Dateng-dateng, kami pun langsung berceloteh ria seperti biasa. Dari situ, gue pun tahu bahwa perjalanan menuju Salemba ini tidak hanya diisi oleh kami bertiga – Ummi, Kak Rahma, dan gue, melainkan ditambah satu personel lagi, yakni, Kak Mala. Terus, Kak Rahma juga sempet kecolongan curhat sama gue. Hehe.

Kira-kira pukul delapan lewat dah, kami memutuskan untuk tancap gas. Nah, jaman sekarang naik Transjakarta udah nggak bisa pakai karcis lagi melainkan e-ticket. Karena kita ngga punya tiket – gue, Kak Rahma dan Kak Mala, kita pun akhirnya nebeng sama flash punya Ummi. Dan inilah, awal dari klimaks perjalanan kami!!!!

Pertama-tama, Ummi nempelin flash-nya ditempat yang udah disediakan, pass. Nah, giliran gue, nempelin flash itu di tempat yang sama kaya Umi, not pass! Berkali-kali gue coba, kagak bisa juga. Matilah! Dari situ, gue sama Kak Rahma sempet pesimis dan bilang ‘Yah, kalo kek gini, masa kita harus beli flash sendiri sih?!’ antrian di belakang kita pun menguar. Asli, gue mah tengsin abis. Udik banget gue itu. eh, tiba-tiba Kak Mala nempelin flash itu ke gerbang sebelahnya, dan kalian tau apa yang terjadi, pass! Dari situ, kami pun ngerti! Flash-nya Cuma berfungsi di satu gerbang aja. Dan berbekal dari situ, gue pun berasa kaya orang kampung yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta,  coi. Asli dah, gue ngga banget -_-

Singkat cerita lagi – yah, gue singkat-singkatin ajalah, abis kalau gak gue singkatin, bisa jadi novella nih posting-an gue yang satu ini.hehe – nah, setelah itu kami pun nunggu Transjakarta dulu dan waktunya itu lumayan lama. awalnya, gue kira, kami bakal transit di Dukuh Atas 1 tapi ternyata ngga, malah transit di Harmoni ke koridor 7, Harmoni-Pulogadung. Lalu kami pun bertanya sama mas-mas penjaga pintu Transjakarta di mana kami harus turun kalau mau ke perpusnas, di Salemba UI atau Salemba Caroulus? Nah, setelah dikasih tahu, kami pun turun di Salemba Caroulus. Sebelum turun, mas-nya sempet nunjuk ke arah kanan kami. Otomatis, kami pun turun dari halte sebelah kanan. Turunnya gak pakai tangga tapi escalator. Wuih, canggih. Hehe.
Tapi, gue masih ragu apa bener kita udah deket sama perpusnas. Dan, akhrinya gue pun bertanya lagi, sama abang tukang gorengan.

“Bang, numpang tanya, dong. Kalau perpustakaan nasional di sebelah mana, ya?”

“Di sebelah kiri, Neng.” sahut si Abang yang sibuk ngegoreng dengan tangan yang menujuk ke arahh kanan.

Dan, bah! Kami jadi menbung. Dia bilang kiri tapi tangannya nunjuk ke kanan? Tapi kami tetep jalan, ngikuti jalan. Duh, apa coba-_- ya, pokoknya kami tetep menelusuri trototar setelah turun Transjakarta. Sebelumnya, kan si mas penjaga pintu nunjuknya ke arahh kanan kami pasti emang bener dah tuh letaknya di situ. Dan emangdasar aja tuh si abang tukang gorengannya yang rada err..
Setelah berjalan kurang dari dua menit sambil merhatiin murid-murid SMP yang berhamburan ke luar dari komplek pendidikan gitu. Di mana ceweknya pakai rok kaya orang kebanjiran dan cowoknya yang pakai celana kekecilan. Dunia oh dunia.. Kami pun akhirnya menemukan Perpustakaan Nasional! Hooray!

Gedungnya itu benar, terletak di sebelah kanan kami. Kan tadi gue udah bilang, emang dasar tuh si abang tukang gorengannya. Lagi-lagi, gue bertingkah seperti orang duik yang baru ngeliat gedung seumur hidup. Gue dibuat takjub sama gedung perpusnas yang luar biasa luas, besar, dan tinggi. Setelah gue ingat-ingat lagi, gue juga berpikiran kalau gedung perpusnas ini di sebelah kiri gue kalau gue berangkat dari arah Cikini. Nah, karena gue berangkat dari Harmoni, makanya tuh gedung berposisi di sebelah kanan gue. Okelah, jadi begitu saja soal mata arah, Kawan.

Lanjut, kami pun masuk ke gedung C, di mana di situ merupakan gedung utama dari perpusnas – menurut gue. Pertama masuk, gue langsung ngerasain angin sepoi-sepoi yang menerpa muka gue. Berasa kaya model iklan Adem Sari gue. Di pintu masuk, lo akan disuguhi sama buku raksasa. Buku raksasa itu berisi ukiran dengan berbagai bahasa. Bahasa Indonesia, bahasa Sansekerta, bahkan bahasa Arab. Ada matahari yang terletak di atas buku raksasa itu, lebih tepatnya di ats dari batas tengah-tengah buku. Kesannya kaya buku itu adalah persembahan dari matahari. Dan, setelah minta bantuan dari Kak Rahma untuk membaca tulisannya, gue sekali lagi dibuat takjub sama perpusnas. Demi, tulisannya itu keren banget!

Jujur, gue udah lupa sama apa yangtertulis itu. tapi intinya itu keren dan ngena di hati sekali. udah gue cari di gugel fotonya tapi ngga ketemu. ntar deh gue coba cari lagi.

Anehnya lagi, tanpa diduga, kami adalah rombongan pertama dari kelas 02Sinpa yang datang pertama di perpusnas itu! wuih, unbelievable banget! Cukup takjubnya. Lagi-lagi, kami bertransformasi menjadi orang-orangan sawah yang tak tahu arah. Efek kecapean juga lah. Kami sempet bingung, mau ngapain dulu? langsung bikin kartu anggota? Tapi caranya gimana?

Dan, kami pun akhirnya hanya duduk di ruang tunggu sambil ngeliatin temen-temen dari universitas lain yang sibuk bikin kartu. Walaupun gue udah ngeliatin dengan teliti, gue tetep gak mudeng. Gue pun akhirnya bertanya pada salah satu mahasiswi di sana yang diketahu merupakan mahasiswi dari Universitas Negeri Surakarta mengenai tata cara pembuatan kartu itu.

“Kak, bagaimana cara buat kartunya?” tanya gue.

“Oh, kamu harus isi dhatha dhiri dhulu, di sithu.” Jawab kakak-kakak itu dengan aksen Jawa yang kental sambil nunjuk standing pc yang berjejer di depan ruangan yang diketahui bernama keanggotaan.

“Oh begitu, makasih ya, kak.”

Sehabis itu, gue pun langsung cus ke standing pc itu dan mulai klik pendaftaran member. Tanpa kendala, gue berhasil mendaftar. Nomor keanggotaan gue pun udah keluar. Nah, sayangnya temen-temen gue belum berhasil saat itu. lalu, tiba-tiba, kami pun didatangi oleh salah seorang staf perpusnas, pria paruh baya.

“Dik, kalian dari mana?” tanyanya.

“Universitas Pamulang, Pak.” Jawab kami serempak.

“Baru daftar, ya? bagaimana kalau ikut bimbingan dulu di lantai empat? Biar kalian bisa mengakses katalog dari rumah, biar ngerti, nggak lama, kok. Cuma 30 menit aja.” tawar Bapak itu.

Gue pun ngelirik Umi, Kak Rahma dan Kak Mala. Dan, kami pun serempak menjawab.

“Boleh, pak!”

“Ada konsumsinya, juga, lho.” Tambah beliau.

Nah, sebenernya gue sih gak tertarik sama konsumsi atau apalah, tapi yah, lumayan buat pengalaman toh. Pada saat konseling perpustakaan berlangsung, gue Cuma bisa manut-manutin kepala, berlaku sok ngerti. Jadi, dalam konseling itu dijelasin bahwa kalau kita udah gabung jadi anggota perpusnas kita bisa mengakses perpusnas.go.id dan mendownload atau membaca e-book dari berbagai buku yang disediakan pihak perpusnas. Ada juga fitur di mana kita bisa melanggan literature ytanf disediakan provider dari berbagai belahan dunia yang bisa dijangkau sama perpusnas. Sampai nonton film kita pun bisa tetapi hanya film documenter saja. Film documenter yang ada juga banyaki banget, coi! Dari seluruh belahan dunia ada semua.

Nah, karena gue ngikutin konseling ini ngga dari awal, gue pun iseng bertanya apakah film documenter yang disediakan Alexander Street Press or Alexander Street Film itu bisa di-download apa ngga? Tuh, tutor dari pihak perpusnas ngejawab tapi dengan ekspresi, you know what, ekspresi yang agak kesel. Lah, gue kan bingung, ya. masa gue nanya, dia jawabnya kaya gitu.

Eh di sela-sela dia menjawab pertanyaan gue, dia nyeletuk, “Kan, di awal tadi sudah saya sebutkan, “

Wuah, gue pun langsung ngiikik. Dia kira gue dan rombongan ngikutin doi dari awal kali makanya doi bilang gitu. Duh, padahal kan gue itu ngikutin di pertengahan jadi ngga tahu. inti dari jawaban yang diberikan tutor perpusnas itu, video dari provider itu ngga bisa di download langsung dari situs tetapi hanya bisa dikirim ke email kita.

Menjelang konseling yang lebuh mirip pengarahan itu, tiba-tiba gue disodorin sebuah goodies bag berwarna biru muda yang unyu. Gue ngga sempet negok apa isinya karena gue sibuk dengerin tutor di depan sekalian berusaha terlihat nggaterlalu peduli padahal ngarep, muehehe.

Setelah konseling selesai, kami pun keluar dari ruangan yang diketahui sebagai ruang tesis itu dan bergegas turun. Niatnya, kita ingin turun pakai lift tapi karena tuh lift sempit sekali kami pun memutuskan untuk pakai tangga sekalian olahraga, haha. Di sana kami pun buru-buru ngecek apa yang ada di dalam goodies bag itu; sebuah buku catatan, aqua gelas, roti, dan pulpen.

Dan kami pun lagi-lagi serempak berujar, “Lumayan!! Lumayan!!”

Saat kami udah sampai di lanta dasar kami dikejutkan oleh kehadiran geng Hijabers yang udah dateng dan lagi pada berdiri di depan standing pc, daftar keanggotaan. Nah, karena tadi gue belom kelar buat kartu anggotanya gue buru-buru ngelanjutin bikinnya.

Setelah gue selesai bikin kartu anggotanya, gue pun memilih duduk di ruang tunggu, sekalian nungguin geng motor yang belom dateng.

Sebenarnya, niat kita pergi ke perpustakaan nasional itu adalah untuk buat video bahasa arab, mengerjakan tugas kuliah. Tetapi jatohnya kaya melancong ngga jelas, serius. Jam yang harusnya dipakai untuk merekam kegiatan kami di perpusnas terbuang percuma, coi. Gue sama Umi, dkk. malah harus nunggu ngga jelas. Dan ketidakjelasan waktu itu berangsur sampai waktu makan siang dan adzan dzhuhur.


To be continued.

1 komentar:

  1. ngakak bacanya, sambil inget kejadian-kejadian itu, ditunggu kelanjutan ceritanya :D

    BalasHapus