Cerita bermula dari tugas ajaib
yang diberikan Mister K selaku Dosen Bahasa Arab di kelas ane.
Jadi, kami semua tanpa
terkecuali, diminta untuk membuat video berlatarkan Perpustakaan Nasional di
Salemba. Sebenarnya, selain itu kami juga diwajibkan membuat kartu keanggotaan.
Tetapi, satu sisi yang gue lihat dari penugasan di atas adalah Mister K ingin
para mahasiswanya jadi ‘mahasiswa beneran’. Yaitu, dengan benar-benar melancong
dan melanglang buana ke mana saja asalkan demi kepentingan kampus. Salah
satunya ialah dengan menugaskan kami, para mahasiswa semester dua, untuk pergi
ke daerah Salemba yang berpuluh-puluh kilometer jauhnya dari rumah kami semua.
Dan, sehari sebelum
keberangkatan, ceilah, keberangkatan! Dikata kita mau jadi turis ke luar pulau
kali, ah!!! Nah, pokoknya sebelum kita semua benar-benar fix ke sana, sempat
ada ketidakpastian yang kerap terjadi gitu. Yah, lagi-lagi balik ke soal
transportasi. Dikarenakan daerah Salemba dan sekitarnya rawan ‘lalet ijo’ bagi
para manusiawan – didominasi oleh kaum hawa, yang belum punya SIM pun terpecah
menjadi dua bagian. Geng Hijabers dan Ummi, dkk. Sementara, Geng Motor, sudah
pasti diisi oleh mereka-mereka yang udah mengantongi lisensi mengemudi itu.
Singkat cerita, pukul 05:55 WIB
tepatnya hari Selasa, 5 Mei 2015, gue yang kebetulan masuk ke dalam Umi, dkk.
dan bertugas sebagai dayang-dayang Umi – hehehe, berangkat dari Pasar Impres
menuju Blok M menggunakan angkutan umum kebanggan Jakarta – di jaman dulu,
Kopaja P19. Lah, kenapa gue bisa naik P19 dari Pasar Impres? Sedangkan alamat
rumah gue itu di Sawangan, nah gerangan apakah yang terjadi?
Trettretrererettret!
Jadi, sebenarnya – duh, boros
amat lu. Udah pake ‘jadi’ ditambah ‘sebenarnya’ lagi, nah lebih boros ini deh,
pake nambahin keterangan segala – Plak! Oke, yang sebelumnya, abaikan -_-!
Sebenarnya, gue berangkat bareng kakek gue yang teroentoek dan teurhebat itu
pada saat hari masih sangat gelap, bahkan adzan subuh pun belum berkumandang.
Bayangin, noh! Gokil abis kan?! Yah, intinya gue tuh berangkat dari Sawangan
pukul setengah empat pagi dan sampai di Cilandak pukul empat lewat sedikit.
Setengah jam lebih lah perjalanannya. Dan, satu hal yang pasti, alasan
sebenarnya kenapa gue nebeng kakek gue ketimbang berangkat dari Sawangan
subuh-subuh adalah gue ingin irit, rit, rit, ritt….. hahahaha, padahal gue
bilangnya gue nggak mau telat tapi yah, itu semua demi irit, hihihi… mahasiswa
itu harus irit, ya kan?!! Well, kenapa jadi nyambung ke irit segala, ya? okay,
lanjut wae lah!
Karena gue berangkat terlalu
pagi, gue sampai di Terminal Blok M kepagian. Gue langsung meluncur dah tuh ke
basement, menuju loket Transjakarta, tempat janjian gue sama Ummi, Kak Rahma
dan Kak Mala.
Dan, man, alangkah takjubnya
gue!! Ini rekor! Gue nggak telat! Biasanya gue selalu telat, lho. Di mana
berakhir Kak Rahma yang naik angkot ke Witana karena sudah tak sanggup nungguin
gue yang berangkatnya kesiangan. Tapi kali ini gue jadi yang pertama!! Gue
nggak telat! YES! Tapi, tetep ada tapinya, coi.
Tapi gue harus rela nunggu lebih
dari satu jam, nungguin Umi, dkk. pada dateng. Toko-toko belum pada buka, masih
disarungin. Sekuriti masih berjaga-jaga. Cleaning service juga belum muncul.
Duluan gue malah munculnya ketimbang petugas kebersihan mall-nya.
Dan setelah proses menunggu
hampir satu setengah jam itu, gue pun dipertemukan oleh Kak Rahma. Iyap, dari
Ummi dkk. selain gue yang pertama hadir, kedua disusul oleh Kak Rahma.
Dateng-dateng, kami pun langsung berceloteh ria seperti biasa. Dari situ, gue
pun tahu bahwa perjalanan menuju Salemba ini tidak hanya diisi oleh kami
bertiga – Ummi, Kak Rahma, dan gue, melainkan ditambah satu personel lagi,
yakni, Kak Mala. Terus, Kak Rahma juga sempet kecolongan curhat sama gue. Hehe.
Kira-kira pukul delapan lewat
dah, kami memutuskan untuk tancap gas. Nah, jaman sekarang naik Transjakarta
udah nggak bisa pakai karcis lagi melainkan e-ticket. Karena kita ngga punya
tiket – gue, Kak Rahma dan Kak Mala, kita pun akhirnya nebeng sama flash punya
Ummi. Dan inilah, awal dari klimaks perjalanan kami!!!!
Pertama-tama, Ummi nempelin
flash-nya ditempat yang udah disediakan, pass. Nah, giliran gue, nempelin flash
itu di tempat yang sama kaya Umi, not pass! Berkali-kali gue coba, kagak bisa
juga. Matilah! Dari situ, gue sama Kak Rahma sempet pesimis dan bilang ‘Yah,
kalo kek gini, masa kita harus beli flash sendiri sih?!’ antrian di belakang
kita pun menguar. Asli, gue mah tengsin abis. Udik banget gue itu. eh,
tiba-tiba Kak Mala nempelin flash itu ke gerbang sebelahnya, dan kalian tau apa
yang terjadi, pass! Dari situ, kami pun ngerti! Flash-nya Cuma berfungsi di
satu gerbang aja. Dan berbekal dari situ, gue pun berasa kaya orang kampung
yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta, coi. Asli dah, gue ngga banget -_-
Singkat cerita lagi – yah, gue
singkat-singkatin ajalah, abis kalau gak gue singkatin, bisa jadi novella nih
posting-an gue yang satu ini.hehe – nah, setelah itu kami pun nunggu
Transjakarta dulu dan waktunya itu lumayan lama. awalnya, gue kira, kami bakal
transit di Dukuh Atas 1 tapi ternyata ngga, malah transit di Harmoni ke koridor
7, Harmoni-Pulogadung. Lalu kami pun bertanya sama mas-mas penjaga pintu
Transjakarta di mana kami harus turun kalau mau ke perpusnas, di Salemba UI
atau Salemba Caroulus? Nah, setelah dikasih tahu, kami pun turun di Salemba
Caroulus. Sebelum turun, mas-nya sempet nunjuk ke arah kanan kami. Otomatis,
kami pun turun dari halte sebelah kanan. Turunnya gak pakai tangga tapi
escalator. Wuih, canggih. Hehe.
Tapi, gue masih ragu apa bener
kita udah deket sama perpusnas. Dan, akhrinya gue pun bertanya lagi, sama abang
tukang gorengan.
“Bang, numpang tanya, dong. Kalau
perpustakaan nasional di sebelah mana, ya?”
“Di sebelah kiri, Neng.” sahut si
Abang yang sibuk ngegoreng dengan tangan yang menujuk ke arahh kanan.
Dan, bah! Kami jadi menbung. Dia
bilang kiri tapi tangannya nunjuk ke kanan? Tapi kami tetep jalan, ngikuti
jalan. Duh, apa coba-_- ya, pokoknya kami tetep menelusuri trototar setelah
turun Transjakarta. Sebelumnya, kan si mas penjaga pintu nunjuknya ke arahh
kanan kami pasti emang bener dah tuh letaknya di situ. Dan emangdasar aja tuh
si abang tukang gorengannya yang rada err..
Setelah berjalan kurang dari dua
menit sambil merhatiin murid-murid SMP yang berhamburan ke luar dari komplek
pendidikan gitu. Di mana ceweknya pakai rok kaya orang kebanjiran dan cowoknya
yang pakai celana kekecilan. Dunia oh dunia.. Kami pun akhirnya menemukan
Perpustakaan Nasional! Hooray!
Gedungnya itu benar, terletak di
sebelah kanan kami. Kan tadi gue udah bilang, emang dasar tuh si abang tukang
gorengannya. Lagi-lagi, gue bertingkah seperti orang duik yang baru ngeliat
gedung seumur hidup. Gue dibuat takjub sama gedung perpusnas yang luar biasa
luas, besar, dan tinggi. Setelah gue ingat-ingat lagi, gue juga berpikiran kalau
gedung perpusnas ini di sebelah kiri gue kalau gue berangkat dari arah Cikini.
Nah, karena gue berangkat dari Harmoni, makanya tuh gedung berposisi di sebelah
kanan gue. Okelah, jadi begitu saja soal mata arah, Kawan.
Lanjut, kami pun masuk ke gedung
C, di mana di situ merupakan gedung utama dari perpusnas – menurut gue. Pertama
masuk, gue langsung ngerasain angin sepoi-sepoi yang menerpa muka gue. Berasa
kaya model iklan Adem Sari gue. Di pintu masuk, lo akan disuguhi sama buku
raksasa. Buku raksasa itu berisi ukiran dengan berbagai bahasa. Bahasa
Indonesia, bahasa Sansekerta, bahkan bahasa Arab. Ada matahari yang terletak di
atas buku raksasa itu, lebih tepatnya di ats dari batas tengah-tengah buku.
Kesannya kaya buku itu adalah persembahan dari matahari. Dan, setelah minta
bantuan dari Kak Rahma untuk membaca tulisannya, gue sekali lagi dibuat takjub
sama perpusnas. Demi, tulisannya itu keren banget!
Jujur, gue udah lupa sama apa
yangtertulis itu. tapi intinya itu keren dan ngena di hati sekali. udah gue cari di gugel fotonya tapi ngga ketemu. ntar deh gue coba cari lagi.
Anehnya lagi, tanpa diduga, kami
adalah rombongan pertama dari kelas 02Sinpa yang datang pertama di perpusnas
itu! wuih, unbelievable banget! Cukup takjubnya. Lagi-lagi, kami
bertransformasi menjadi orang-orangan sawah yang tak tahu arah. Efek kecapean
juga lah. Kami sempet bingung, mau ngapain dulu? langsung bikin kartu anggota?
Tapi caranya gimana?
Dan, kami pun akhirnya hanya
duduk di ruang tunggu sambil ngeliatin temen-temen dari universitas lain yang
sibuk bikin kartu. Walaupun gue udah ngeliatin dengan teliti, gue tetep gak
mudeng. Gue pun akhirnya bertanya pada salah satu mahasiswi di sana yang
diketahu merupakan mahasiswi dari Universitas Negeri Surakarta mengenai tata
cara pembuatan kartu itu.
“Kak, bagaimana cara buat
kartunya?” tanya gue.
“Oh, kamu harus isi dhatha dhiri
dhulu, di sithu.” Jawab kakak-kakak itu dengan aksen Jawa yang kental sambil
nunjuk standing pc yang berjejer di depan ruangan yang diketahui bernama
keanggotaan.
“Oh begitu, makasih ya, kak.”
Sehabis itu, gue pun langsung cus
ke standing pc itu dan mulai klik pendaftaran member. Tanpa kendala, gue
berhasil mendaftar. Nomor keanggotaan gue pun udah keluar. Nah, sayangnya
temen-temen gue belum berhasil saat itu. lalu, tiba-tiba, kami pun didatangi oleh
salah seorang staf perpusnas, pria paruh baya.
“Dik, kalian dari mana?”
tanyanya.
“Universitas Pamulang, Pak.”
Jawab kami serempak.
“Baru daftar, ya? bagaimana kalau
ikut bimbingan dulu di lantai empat? Biar kalian bisa mengakses katalog dari
rumah, biar ngerti, nggak lama, kok. Cuma 30 menit aja.” tawar Bapak itu.
Gue pun ngelirik Umi, Kak Rahma
dan Kak Mala. Dan, kami pun serempak menjawab.
“Boleh, pak!”
“Ada konsumsinya, juga, lho.”
Tambah beliau.
Nah, sebenernya gue sih gak
tertarik sama konsumsi atau apalah, tapi yah, lumayan buat pengalaman toh. Pada
saat konseling perpustakaan berlangsung, gue Cuma bisa manut-manutin kepala,
berlaku sok ngerti. Jadi, dalam konseling itu dijelasin bahwa kalau kita udah
gabung jadi anggota perpusnas kita bisa mengakses perpusnas.go.id dan
mendownload atau membaca e-book dari berbagai buku yang disediakan pihak
perpusnas. Ada juga fitur di mana kita bisa melanggan literature ytanf
disediakan provider dari berbagai belahan dunia yang bisa dijangkau sama
perpusnas. Sampai nonton film kita pun bisa tetapi hanya film documenter saja. Film
documenter yang ada juga banyaki banget, coi! Dari seluruh belahan dunia ada
semua.
Nah, karena gue ngikutin
konseling ini ngga dari awal, gue pun iseng bertanya apakah film documenter yang
disediakan Alexander Street Press or Alexander Street Film itu bisa di-download
apa ngga? Tuh, tutor dari pihak perpusnas ngejawab tapi dengan ekspresi, you
know what, ekspresi yang agak kesel. Lah, gue kan bingung, ya. masa gue nanya,
dia jawabnya kaya gitu.
Eh di sela-sela dia menjawab
pertanyaan gue, dia nyeletuk, “Kan, di awal tadi sudah saya sebutkan, “
Wuah, gue pun langsung ngiikik. Dia
kira gue dan rombongan ngikutin doi dari awal kali makanya doi bilang gitu. Duh,
padahal kan gue itu ngikutin di pertengahan jadi ngga tahu. inti dari jawaban
yang diberikan tutor perpusnas itu, video dari provider itu ngga bisa di
download langsung dari situs tetapi hanya bisa dikirim ke email kita.
Menjelang konseling yang lebuh
mirip pengarahan itu, tiba-tiba gue disodorin sebuah goodies bag berwarna biru
muda yang unyu. Gue ngga sempet negok apa isinya karena gue sibuk dengerin
tutor di depan sekalian berusaha terlihat nggaterlalu peduli padahal ngarep,
muehehe.
Setelah konseling selesai, kami
pun keluar dari ruangan yang diketahui sebagai ruang tesis itu dan bergegas
turun. Niatnya, kita ingin turun pakai lift tapi karena tuh lift sempit sekali
kami pun memutuskan untuk pakai tangga sekalian olahraga, haha. Di sana kami
pun buru-buru ngecek apa yang ada di dalam goodies bag itu; sebuah buku
catatan, aqua gelas, roti, dan pulpen.
Dan kami pun lagi-lagi serempak
berujar, “Lumayan!! Lumayan!!”
Saat kami udah sampai di lanta
dasar kami dikejutkan oleh kehadiran geng Hijabers yang udah dateng dan lagi
pada berdiri di depan standing pc, daftar keanggotaan. Nah, karena tadi gue
belom kelar buat kartu anggotanya gue buru-buru ngelanjutin bikinnya.
Setelah gue selesai bikin kartu
anggotanya, gue pun memilih duduk di ruang tunggu, sekalian nungguin geng motor
yang belom dateng.
Sebenarnya, niat kita pergi ke
perpustakaan nasional itu adalah untuk buat video bahasa arab, mengerjakan
tugas kuliah. Tetapi jatohnya kaya melancong ngga jelas, serius. Jam yang
harusnya dipakai untuk merekam kegiatan kami di perpusnas terbuang percuma,
coi. Gue sama Umi, dkk. malah harus nunggu ngga jelas. Dan ketidakjelasan waktu
itu berangsur sampai waktu makan siang dan adzan dzhuhur.
To be continued.
ngakak bacanya, sambil inget kejadian-kejadian itu, ditunggu kelanjutan ceritanya :D
BalasHapus