Ramadan Kareem to you all.
Puasa tahun ini suasananya benar-benar berbeda. Tak nampak surau yang ramai dengan lantunan agung untuk-Nya. Tak terbentuk barisan salat tarawih yang meluap ke jalan.
Semua hal ini terjadi lantaran pandemi yang melanda negeri ini. Juga dunia.
Bagi saya pun rasanya jadi berjuta kali sedihnya. Karena memang ini sudah puasa kelima pula tanpa Almarhumah Nenek dan puasa ketujuh tanpa Almarhumah Tante juga. Berat. Rindu yang saya tahan ini semakin berat seiring waktu berjalan.
Kangen waktu yang kami habiskan untuk sekadar berkumpul bersama.
Kembali ke tahun 2016. Empat tahun yang lalu.
Itu adalah puasa dan lebaran terakhir bersama Almarhumah Nenek. Seperti perjalanan kilas balik waktu. Potongan kenangan yang menjelma kijang itu berlari melewati ruang dan waktu hingga teringatlah saya bagaimana saya awalnya misuh-misuh untuk menenami Nenek berkeliling mencari takjil, tetapi senang juga karena sekalian ngabuburit.
Saya rindu kegesitan dan keramah tamahan beliau dengan bulan puasa. Saya rindu melihat meja makan yang penuh di saat berbuka atau pun sahur. Saya kepalang sangat rindu. (Alfathihah)
Terlebih di moment pandemi ini menerjang. Makin sedih pula kami. Pertama, kami tak sempat ziarah makam sebelum puasa terlanda PSBB di kota-kota penyangga Jakarta. Kedua, resiko terpapar yang pasti sangat kami hindari.
Tak banyak yang bisa kita lakukan. Namun, yang semestinya dan pasti kita lakukan; bersyukur karena masih diberi waktu oleh-Nya. Maka saat sahur tadi saya memutar lagi Ebiet G. Ade yang berjudul Masih Ada Waktu. Liriknya benar-benar bisa dipahami sekali terkait situasi sekarang.
Maka, tak banyak harapan saya untuk ramadan dan Insya Allah jika diizinkan bertemu dengan lebaran lagi selain sehat, sehat, sehat! Semuanya.
Terakhir, kuatkan niat dan semangat kita. Bersama pasti bisa. Insya Allah!
Selamat menjalankan ibadah puasa untuk kawan-kawan muslim saya!
(Lama tak nulis, euyyy).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar